Thursday 1 January 2009

Modal vs Reasuransi (1)

- Bagian 1 -

Industri asuransi nasional 'terselamatkan' dengan dibatalkannya PP 39, yang dilakukan Pemerintah tepat di malam penggantian tahun baru yang lalu.

Tapi, apakah tindakan yang diambil Pemerintah itu justru menjadi 'pelampung' bagi perusahaan asuransi nasional (yang bermodal rendah) atau justru menjadi 'jangkar' berat yang semakin menenggelamkan perusahaan-perusahaan tsb. Tindakan itu sendiri diambil setelah adanya desakan dari AAUI yang berkeberatan mengenai peraturan modal minimum yang diyakini waktunya sangat mendesak. Di sisi lain, Pemerintah belum menyediakan alternatif solusi, sekiranya perusahaan asuransi yang tidak mampu memenuhi aturan modal itu dan tidak mampu mencari partner strategis dalam hal merger. Bagi perusahaan tadi, tentu tidak ada cara lain kecuali membubarkan diri atau setidaknya cease underwriting.

Setidaknya kami mencatat sebuah perusahaan asuransi yang bermarkas di kawasan Tanah Abang 2 yang dalam RUPSLB-nya menyatakan pembubaran diri dan tidak lagi menerbitkan polis per 1 Januari 2009. Proses pembubaran diri tsb sempat berjalan. Beberapa fixed asset (gedung, dsb) sudah dijual. Beberapa karyawan sudah di rumah-kan, pesangon pun sudah dibayar dengan baik. Informasi yang kami dapat juga kemudian menyebutkan bahwa pada tanggal 30 Desember 2008 lalu, ada pihak yang bersedia membeli perusahaan tersebut (sebut saja FS). Tetapi apa dinyana, di malam penggantian tahun baru, Pemerintah mencabut PP yang sudah diterbitkannya. Entah alasan yang pasti mengenai penerbitan PP pengganti ini, karena waktu yang hanya berselisih tidak lebih dari 24 jam sebelum waktu pemberlakuan PP 39. Apa karena Pemerintah memang concern mengenai keluhan AAUi? Atau Pemerintah memang memahami kondisi keuangan global yang sedang krisis? Atau ada agenda lain...... (Pengasuh Blog tidak ingin menggiring masalah ini ke arah yang bersifat politis - red)

Dampak dari PP 39 itu sendiri sudah mulai dirasakan oleh perusahaan bermodal kecil. Para nasabah yang pada awalnya tidak terlalu memperdulikan besaran modal, asalkan proses klaim lancar, pun mulai berpikir untuk menjauhi perusahaan-perusahaan kecil. Baik di sadari maupun tidak, PP 39 ini sudah 'membunuh secara perlahan' perusahaan asuransi bermodal kecil.

Peran reasuransi, sebenarnya menjadi sebuah alat manajemen risiko yang baik bagi sebuah perusahaan asuransi, tanpa memandang besaran modal yang dimiliki. Reasuransi jelas mampu memberikan kapasitas akseptasi yang jauh lebih besar dari kapasitas murni yang dimiliki sebuah perusahaan asuransi.

Sebut saja, PT Asuransi ABCD yang hanya memiliki ekuitas sebesar IDR 10 milyar. Sesuai aturan yang berlaku, mereka hanya boleh melakukan penutupan sebesar IDR 1 milyar (10% dari ekuitas). Artinya, ABCD (untuk kondisi saat ini) hanya mampu melakukan penutupan-penutupan ber-HP rendah, misalnya KBM, PA, Rumah Tinggal, dsj. Itu semua, dengan catatan bahwa ABCD hanya mengandalkan modalnya sendiri.

Semisal, ABCD mendapatkan kapasitas akseptasi yang lebih besar dari para reasuradur (melalui mekanisme reasuransi) kapasitas mereka menjadi lebih besar. Misalnya menjadi IDR 100 milyar. Walaupun modal yang dimiliki oleh ABCD terbatas, namun reasuransi jelas sangat membantu ABCD (dan perusahaan sejenis) dalam melakukan penutupan obyek yang harga pertanggungannya di atas modal sendiri ABCD.

---

No comments:

Post a Comment