Tuesday 24 February 2009

Reasuransi Non-Proportional

Penempatan reasuransi bisa pula dilakukan secara non-proportional, dimana tidak ada kesimbangan antara perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang mengadakan perjanjian dalam hal pembagian risiko, premi dan liability ketika terjadi kerugian.

Perusahaan reasuransi yang sudah menerima premi sejak awal dan memperoleh exposure risiko sebagai konsekwensi-nya, tidak serta merta menjadi liable ketika terjadi klaim. Pada reasuransi non-proportional ini, ditentukan suatu nilai tertentu sebagai batasan klaim mana yang menjadi beban perusahaan asuransi maupun yang nantinya bisa ditagihkan ke perusahaan reasuransi.

Nilai ini dikenal sebagai deductible atau excess point atau priority atau net retention atau underlying retention.


Misalnya, untuk penutupan sebuah obyek bernilai IDR 100 milyar. Disepakati bahwa IDR 10 milyar merupakan excess point. Semisal premi yang harus dibayarkan oleh seorang tertanggung atas polis asuransi tersebut sebesar IDR 200 juta. Pembagian premi antara perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi tidak berdasarkan suatu porsi tersendiri (non-proportional). Perhitungan premi resuransi non-proportional dilakukan terpisah. Misalnya menggunakan exposure rating, dsb.

Bisa jadi, dengan beban risiko sebesar IDR 90 milyar (90%) yang ditanggung oleh perusahaan reasuransi, premi yang diterima hanya sebesar IDR 40 juta (20%). Sementara perusahaan asuransi yang menanggung beban risiko sebesar 10% (IDR 10 milyar) menerima porsi premi sebesar 80% (IDR 180 juta).

Untuk diingat, memang dalam reasuransi non-proportional, tidak ada keseimbangan di antara komponen risiko, premi dan liability.

Demikian pula halnya ketika terjadi klaim, misalnya sebesar IDR 1,5 milyar. Maka 100% klaim ditanggung sendiri oleh perusahaan asuransi. Demikian pula halnya bila terjadi klaim lain sebesar IDR 8,5 milyar, semua klaim juga ditanggung sendiri oleh perusahaan asuransi.

Perusahaan reasuransi hanya terlibat manakala terjadi klaim di atas IDR 10 milyar. Misalnya terjadi klaim lain lagi sebesar IDR 50 milyar, maka beban perusahaan asuransi adalah sebesar IDR 10 milyar, sedangkan sisanya sebesar IDR 40 milyar ditagihkan ke perusahaan reasuransi.

Contoh yang sesuai menggambarkan mekanisme reasuransi non-proportional ini adalah dalam hal penutupan asuransi pada umumnya. Ambil contoh pada kasus asuransi kendaraan bermotorm.

Seorang tertanggung yang memiliki obyek bernilai IDR 100 juta, membayar premi IDR 3 juta. Polis asuransi mengatur own retention sebesar IDR 200 ribu.

Sepanjang periode polis, walaupun secara kontrak disebutkan bahwa perusahaan asuransi akan memberikan ganti rugi kepada nasabahnya manakala terjadi musibah, tetapi tidak setiap kerugian membuat perusahaan asuransi menjadi liable.

Misalnya ketika nasabahnya mengalami kehilangan tutup pentil ban, seharga IDR 5 ribu. Klaim ini secara contractual bisa ditagihkan ke perusahaan asuransi. Namun perusahaan asuransi serta merta akan menolak klaim, karena nilain klaim-nya masih dalam tanggungan sendiri nasabah.

Bila nasabah menderita kerugian akibat tabrakan senilai IDR 4 juta, maka klaim ini bisa ditagihkan ke perusahaan asuransi. Ganti rugi yang diberikan adalah sebesar IDR 3,8 juta (setelah dikurangi own retention).

Reasuransi non-proportional umumnya menggunakan loss occurring basis, dimana perusahaan reasuransi hanya akan liable atas klaim sesuai dengan periode terjadinya klaim --- bukan berdasarkan periode terbitnya polis.


*_*








*_* *_* *_* *_* *_* *_* *_* *_*





for a greener life -

our mother earth is in need of help... we actually can do a little help... think twice - or even trice - before printing this message...





*_* *_* *_* *_* *_* *_* *_* *_*

2 comments:

  1. Wow keren Pak.
    Lebih sering posting ya biar ilmunya semakin banyak tersebar.

    ReplyDelete
  2. Artikel bagus tentang re as, trims.

    ReplyDelete